Wednesday, December 9, 2009

antara handphone dan pacar.

pada suatu siang gue sedang duduk-duduk di meja selasar sambil ngenet bersama beberapa orang temen gue.

salah seorang temen gue (sebut saja budi, nama asli dirahasiakan) tiba-tiba nyeletuk, “eh gue mau jual handphone gue!”

temen gue yang lain (sebut saja dysa, karena nama aslinya memang demikian) menimpali, “oh kamu jadi jual handphone toh?” dan si budi mengiyakan dengan alasan ada masalah apaa gitu ama keypad handphone-nya yang sekarang.


gue pun mengernyit bingung.

temen gue yang bernama (alias) budi ini bisa dibilang sangat sangat melek teknologi dan hampir selalu uptodate soal urusan teknologi, game, software, dan sebangsanya.

handphone-nya si budi sekarang adalah sebuah handphone asoy keluaran perusahaan ponsel terkemuka. bukan keluaran terbaru karena umurnya udah setahun lebih, tapi termasuk seri yang paling canggih dan oke. bentuknya sejenis communicator tapi lebih keren, fitur-fiturnya saking canggihnya ampe bikin gue mendadak gaptek begitu megang tu handphone.


ketika tu handphone rilis (udah kaya’ album baru aje) sekitar bulan september (atau oktober) 2008, si budi jatuh cinta setengah mati dan mulai nabung buat beli tu handphone, padahal seinget gue dia baru ganti handphone sekitar dua-tiga bulan sebelumnya.

tadaa di awal 2009 dia udah berhasil mengantongi tu handphone baru yang lalu dia pamerkan dengan sedemikian bangga dan penuh cinta. bahkan gue seringkali nyebut tu handphone dengan sebutan “istri kedua-nya budi” saking dia cinta banget ma tu handphone.

well memang beberapa kali terjadi masalah ma handphone-nya sehingga si “istri kedua” harus masuk rumah sakit alias tempat service, tapi setau gue dia teteup cinta ma si handphone. barulah selama beberapa bulan terakhir dia mulai sering mengeluh dan mulai melirik handphone-handphone lain. tapi gue beneran ga nyangka klo pada akhirnya dia bener-bener akan menjual si handphone kesayangannya itu dan menggantinya dengan handphone lain yang, katanya sih, lebih sophisticated lagi.


gue pun berkata, “ck ck ck, mbok yang setia ama satu handphone aja, jangan gampang ngelirik yang baru dan lebih oke. komitmen lo nggak kuat nih ama si istri kedua lo. handphone tuh bisa juga loh diibaratin kaya’ pacar. sampai kapan pun ga akan ada habisnya lo nyari yang lebih baik, yang lebih canggih, ga akan pernah puas. itulah gunanya komitmen.”

si budi pun membela diri dengan beberapa alasan yang menurut dia cukup kuat untuk jadi penyebab dia berniat ganti handphone.

gue sih menanggapi sambil ketawa-ketawa aja, toh bukan hal yang besar buat gue. budi yang gue kenal memang seperti itu dan gue ga keberatan sama sekali. dan insya allah budi yang gue kenal juga ga segampang itu menyamakan handphone ama pacar, dalam artian hobi digonta-ganti. budi adalah seseorang yang berkomitmen tinggi dalam urusan pacaran, betul begitu bapak budi?

(buat budi yang sedang membaca post ini : BAIK KAN GUE?)


oke mari kita hentikan pembahasan soal budi, ntar kesannya gue promosiin dia di sini padahal niatnya postingan ini bukan membahas tentang dia.


tapi kalimat yang gue lontarkan ke budi mengingatkan gue akan dialog serupa yang diucapkan ringgo agus rahman ke nadia saphira di film jomblo ketika dia memutuskan untuk berhenti selingkuh dan kembali ke pacarnya.

“kalau saya terus mencari yang lebih baik, maka suatu saat nanti juga saya akan meninggalkan kamu. saya harus bisa berkomitmen.”

kasus si budi di atas itu mungkin ga terkait banyak dengan apa yang sebenernya pengen gue bahas di postingan ini. kita tidak bisa menyamakan perilaku pembelian handphone dengan perilaku pencarian pacar, ga akan sama. tapi cerita di atas anggap aja sebagai cerita pembuka, dan yang ingin gue bahas di postingan ini sebenernya adalah mengenai KOMITMEN.


well first of all : gue tidak sedang curcol maupun membahas masalah pribadi. okay? this isn’t about me or my past. titik.

temen SMA gue pernah berteori (dan teorinya sudah 99,8% teruji benar) bahwa “di awal pacaran pasti si cowo’ sayang bukan main ke si cewe’ dan penuh perhatian, sementara si cewe’ biasa aja. bukan berarti ga sayang, tapi ya biasa aja. tapi makin lama si cewe’ akan makin sayang dan perhatian ke si cowo’ dan justru si cowo’ yang makin lama jadi biasa aja.”


ketika kita mencari orang yang tepat untuk dijadikan pacar, hampir sama ibaratnya dengan kita mengumpulkan informasi-informasi terkait seputar handphone-handphone apa aja yang lagi beredar di pasaran atau baru diproduksi.

dan ketika udah ada yang ‘nyangkut’ di hati, kita pun mulai mengumpulkan informasi-informasi dan data-data spesifik mengenai handphone itu untuk ditimbang dan ditelaah, dan lalu berujung pada keputusan pembelian. apakah handphone itu akan kita beli atau tidak, apakah orang itu layak untuk ditembak atau nggak.


ketika si handphone baru udah di tangan, wuiiih pasti rasanya seneng banget. dijaga baik-baik biar ga kegores, dibeliin kondom alias pembungkus handphone biar ga kotor, dikasih screen guard biar layarnya nggak kebaret-baret, dihiasin gantungan lucu biar makin cantik, dan dipamerin dengan penuh bangga ke temen-temen.

tapi seiring berjalannya waktu, akan muncul masalah dari si handphone itu, sama seperti kasus si budi dan handphone kesayangannya.

entah mulai sering nge-hang, keypad-nya error, LCD-nya bermasalah, dan seribu satu masalah yang dihasilkan oleh si handphone dan bikin kita ga sabaran ngadepinnya, emosi jiwa tingkat tinggi, pengen ngelempar tu handphone ke tembok (oke yang ini agak ekstrim sih), dan seterusnya. atau mungkin hanya sekedar bosen ma tu handphone.

dan ujung-ujungnya? kita pun mulai melirik handphone lain yang lebih canggih.


di sinilah seharusnya kita menemukan perbedaan terbesar antara perilaku pembelian handphone dan perilaku pencarian pacar.

lo nggak mungkin dong seenak jidat mutusin pacar lo dan cari pacar baru ketika menyadari bahwa ternyata dia tidak sesempurna ketika masa-masa pdkt atau baru jadian? ga segampang lo ngebanting handphone lo yang keseringan error, melelangnya di internet, dan pergi ke toko handphone buat browsing handphone baru?


gue pernah berdialog dengan si budi sekitar empat atau lima bulan lalu.

“klo buat gue sih, satu-satunya intolerable thing dalam sebuah relationship itu cuma perselingkuhan doang. selain itu, gue bisa terima,” kata dia.

“even hal-hal seperti chemistry ilang, lo atau dia bosen ma hubungan ini, kalian udah nggak cocok lagi, keseringan berantem, dan sejenis itu, lo bisa terima?” gue nanya.

“hmm gimana ya? klo hal-hal seperti yang lo sebutin barusan itu, mestinya udah bisa gue sadari dari awal gue jadian ma dia,” dia menjawab.

“maksudnya?” gue bingung.

“ketika gue memutuskan untuk jadian ma seseorang, gue pasti sadar bahwa hal-hal yang tadi lo sebutin kemungkinan besar pasti akan gue temui dalam relationship gue dan dia nanti. nah itulah resiko yang harus kita tanggung dalam relationship tersebut, dan harus bisa dipecahkan bareng, bukannya jadi sesuatu yang bikin hubungan berakhir. tapi klo selingkuh mah lain perkara,” kata dia.

gue manggut-manggut.


do you get the point dari dialog barusan?

kita harus punya komitmen atas sebuah keputusan yang udah kita ambil. ditambah lagi klo keputusan itu kita ambil dengan sederet pertimbangan rumit, penuh perhitungan, dan memiliki dampak besar dalam hidup kita.

no no, bukan berarti bahwa kita harus teteup mati-matian mempertahankan relationship yang udah ga ada manfaatnya lagi buat kita.

mungkin memang akan ada masanya bagi sebuah relationship untuk mencapai gerbang perpisahan, sama halnya dengan sebuah kalimat panjang yang akan diakhiri oleh sebuah titik di akhirnya. tapi setidaknya, keputusan untuk berpisah nggak diambil segampang membalikkan telapak tangan.


ketika kita memutuskan untuk membeli sebuah handphone, mestinya kita nggak cuma berpikir bahwa “beuh ni handphone oke parah, gue bisa browsing internet, dengerin musik, GPS-ing, udah gitu bentuknya sexy buanget. ck ck ck i love this gadget.” tapi menurut gue kita juga mesti bersiap-siap bahwa “hmm seoke apapun ni handphone, pasti akan ada masanya dia error atau jadi sering nge-hang, atau kegores-gores. gue harus siap bawa dia ke tukang service klo-klo ntar dia error, gue harus jagain dia baik-baik biar ga kotor, dan klo dia hang gue harus sabar ngadepinnya. jangan keburu gue ganti dulu ma handphone baru.”

dan ketika tu handphone mulai sering menguji kesabaran kita, mungkin yang ada di kepala kita adalah “najis lo, udah gue beli mahal-mahal sekarang malah error mulu! udah gitu modelnya mulai ketinggalan zaman. eh btw handphone terbaru keluaran X oke banget! boleh nih kaya’nya.” tapi ada baiknya juga klo kita menggantinya dengan “duh ni handphone kok error mulu ya, ga kaya’ pas pertama beli? hmm yaudah dicoba benerin dulu deh, gimana pun kan selama ini dia udah ngasih manfaat banyak banget ke gue.”


dari postingan ini gue tidak ingin menggurui siapapun.

ini semua hanyalah pendapat dan pandangan gue.

klo emang tu handphone memberikan lebih banyak mudarat ketimbang manfaat, yaa itu hak masing-masing untuk menjualnya dan lalu menggantinya dengan handphone baru.

tapi setidaknya sebaiknya keputusan besar itu dicapai setelah berbagai upaya untuk bersabar, menerima, dan berusaha memperbaiki kerusakan-kerusakan yang ada.

7 comments:

Azam Raharjo said...

DAMMIT, I LOVE YOUR POST!
THANKS

Fu! said...

love it, rumi.
kayaknya kenal deh yg handpon nya experia

Anonymous said...

kamu emang layak jadi penulis buku best seller,rum.. mau aku kenalin sama pemrednya gagasmedia? hehe

tapi kalo kasusnya henponnya kagak rusak tapi ilang gimana, rum?
masih mau terus-terusan meratapi si henpon yang mungkin ga akan balik lagi?

Mr_sheen said...

omaigaattt.....BUDI ! ! ! BUDI ! ! ! teruslah bermain bola, BUDI ! ! !

*lebay*

but seriously, its all about purposes really. What that hp purpose was in the first place. If the main purpose doesn't work anymore, then after considerable thinking, its off. Lol..

Not as easy as that, but u know what i mean =P

rumii said...

waaw terima kasih karena sudah membaca dan meninggalkan komentar. really appreciate it.

azam : thank youu azaaam. btw boleh tau apa yang membuatmu suka post ini?

fufi : hahaha aku ga nyebut merek loh yaa. tapi emang si budi ini ketebak banget ya siapa hohoho.

taufan : whew kamu beneran kenal ama pemred gagasmedia? mending kamu kasih link blogku aja ke dia haha.
hmm handphone-nya ilang? ikhlasin aja, berarti emang bukan rezeki kita. klo kita ikhlas, insya allah akan dapet gantinya yang lebih baik, amiiin.
*ngomong mah enak 'rum, prakteknya susah, i know*

iqbal : AAAAAWWW BUUUDIIIIIII. *histeris*
aanyway are you talking about handphone literally atau "handphone"? LOL.

tami said...

ihhh.. labil!

hahahahahah

in this diary said...

i love this post!!
keren 'rum, keren .