beberapa waktu lalu, salah seorang temen deket gue baru putus ama pacarnya setelah bertahun-tahun pacaran. untuk menghormati mereka berdua, gue ga usah sebut nama kali ya, dan gue juga ga akan menyebutkan alasan putusnya kenapa. toh gue juga blom tau pasti karena blom denger langsung dari orang yang bersangkutan.
putusnya temen deket gue ini bisa dibilang sangat bikin gue (dan mungkin hampir semua orang yang mendengarnya) shock karena sangat tidak disangka-sangka. bukan cuma shock, tetapi juga menyayangkan. mereka pacaran ga sebentar, dan menurut gue (dan banyak orang lainnya) mereka adalah pasangan yang serasi. ga sedikit malah orang yang memprediksi bahwa mereka akan sampai ke tahap pernikahan. yah mungkin aja mereka akan balikan lagi di kemudian hari, who knows? tapi teteup aja kejadian ini bener-bener ga ketebak dan mendorong gue untuk menulis blogpost ini.
udah ga kehitung berapa kali gue menjadi saksi kandasnya suatu hubungan (ahsyik abis bahasa gue). mulai dari yang putusnya baik-baik, pake acara perang dingin, diwarnai bumbu-bumbu intrik, macem-macem deh pokoknya. gue sendiri mengalaminya langsung baru dua kali dan berharap ga perlu ada yang ketiga.
tiap kali mengalami atau menyaksikan kepedihan setelah putus, gue selalu menyempatkan diri untuk berpikir tentang fenomena yang pasti pernah dialami juga oleh milyaran orang lain di dunia ini. bertahun lalu, ketika gue masih lebih polos dan ga tau apa-apa karena blom pernah mengalaminya langsung, gue sering banget bertanya-tanya sendiri : kenapa sih yang namanya pasangan itu bisa putus? bukannya sebelumnya mereka saling menyayangi dan menerima? kenapa tau-tau bisa segampang itu memutuskan untuk berpisah setelah masa pacaran yang ga sebentar? apalagi pas ditanya, ngakunya masih sayang?
untuk pertanyaan yang terakhir, gue menemukan jawabannya ketika putus ama mantan gue oktober 2009 lalu, dan udah gue tulis di blogpost gue yang judulnya sepatu. klo mau dibaca dulu ya monggo, karena akan cukup panjang klo harus gue tulis ulang di sini.
klo kata dewi lestari di blogpost-nya yang berjudul catatan tentang perpisahan, sebetulnya alasan kenapa dua orang yang pernah saling mencintai memilih untuk berpisah cuma satu dan sederhana : karena sudah waktunya. namun seringkali mereka salah mengenali dampak sebagai penyebab. padahal justru yang namanya dampak itu baru muncul ketika ada penyebab. ibarat orang yang sedang sakit pilek, penyebab-nya adalah virus flu yang tidak dapat terlihat, dan dampak-nya adalah batuk-ingusan yang dapat dilihat dan dirasakan.
gue sangat sangat setuju akan pemikiran itu.
ada temen gue yang curhat ke gue bahwa dia putus karena pacarnya selingkuh. ada juga yang putus karena ga kuat long distance, karena terlalu sibuk dengan kerjaan sehingga ga ada waktu buat merhatiin pacarnya, karena perbedaan prinsip dan pandangan, karena tidak disetujui oleh orangtua, dan seribu satu alasan lainnya.
semua alasan yang barusan gue sebutkan, sebetulnya bukanlah penyebab dari berakhirnya suatu hubungan, tetapi justru dampak dari apa yang memang secara alamiah sudah seharusnya kita rasakan, yaitu memudarnya perasaan sayang. klo pake bahasanya dewi lestari : hubungan itu sudah memasuki masa kadaluarsa.
gampangnya begini.
ketika perasaan sayang terhadap seseorang udah mulai memudar, maka akan berdampak pada hal-hal lain seperti tergoda untuk selingkuh, lebih peduli sama pekerjaan, merasa bosan ama rutinitas pacaran yang itu-itu aja, dan bahkan mencari-cari alasan lain yang bisa dipakai untuk membenarkan apa yang sedang dirasakan.
gue pertama kali menyadari hal ini ketika putus pertama kali ama mantan gue di bulan oktober 2007 (yes, saya selalu putus di bulan oktober, entah kenapa). ketika putus pertama itu, mantan gue mengajukan seratus satu alasan yang bahkan tidak pernah terpikirkan oleh gue sebelumnya. alasan-alasan yang sebelumnya ga pernah dipermasalahkan ketika kita masih harmonis-harmonisnya, tapi mendadak menjadi sesuatu yang sangat mengganggu ketika udah memasuki masa-masa akhir pacaran.
dan ketika itu pun gue udah bisa menarik kesimpulan bahwa alasan-alasan itu sebenernya ya emang cuma alasan semata. untuk menutupi penyebab sebenarnya kenapa dia minta putus : memang perasaan sayangnya ke gue udah memudar. klo emang rasa sayangnya ke gue blom berubah, maka seharusnya hal-hal yang dia kemukakan itu ga akan pernah menjadi sesuatu yang mengganggu hubungan ini.
begitu pula ketika temen-temen gue menceritakan apa yang melatarbelakangi putusnya mereka ama pacar-pacar mereka. yang gue perhatikan, sedikit sekali orang yang mau mengakui secara jujur ke pacar mereka "ya, perasaanku ke kamu udah memudar." dan lebih memilih untuk berdalih macam-macam seperti "kita tuh beda." atau "kamu tuh begini begitu, aku capek."
padahal sebelumnya, ketika baru jadian atau hubungan itu sedang harmonis-harmonisnya, semua hal yang disebutkan itu bisa diterima dengan mudah dan sama sekali ga dianggap sebagai kerikil dalam hubungan. sungguh ironis menurut gue.
ada yang ketika minta putus bilang "kamu tuh manja, minta aku nganterin kesana-kemari terus." padahal gue tau banget ketika hubungan itu masih harmonis, justru dia yang ga bosen-bosen nawarin ke pacarnya untuk nganterin kesana-kemari.
ada juga yang ketika minta putus bilang "aku capek ngejalanin long distance, ga bisa ketemu kamu, cuma bisa telponan ama smsan doang." padahal gue juga tau ketika hubungan itu masih harmonis, mereka justru menjadikan momen-momen telponan dan smsan itu sebagai momen-momen yang sangat berharga.
ada juga yang bilang "ada perbedaan dan gap besar antara keluarga kita." padahal gue tau dulu hal tersebut sama sekali ga pernah dipermasalahkan oleh dia, ketika dia masih sayang-sayangnya ama pacarnya.
oke, sebelum ada pihak-pihak yang merasa tersindir atau sakit hati, gue mau menegaskan : yang gue sebutin dari tadi BUKAN suatu hal yang SALAH, semuanya WAJAR dan MANUSIAWI. di sini gue nggak nge-judge mana yang benar atau salah, karena emang ga ada yang salah atau benar, yang ada cuma perbedaan sudut pandang dan pola pikir.
gue selalu berusaha menjadi seseorang yang obyektif dalam menilai suatu masalah, khususnya yang menimpa orang-orang terdekat gue. dalam menilai masalah yang menimpa diri gue sendiri sih sejujurnya gue masih kesulitan untuk berpikir obyektif hehehe. ketika sahabat gue sekalipun merasa tersakiti oleh pacar atau mantannya, gue teteup berusaha berpikir obyektif dalam memandang masalah tersebut. dan ketika temen deket gue (yang gue sebutkan di awal blogpost ini) putus ama pacarnya kmaren pun, gue juga teteup berusaha berpikir obyektif walaupun ada sisi dari diri gue yang pengen banget teriak ke mantannya "woii temen gue kurang apa sih 'nyet?!" yang tentu saja tidak gue lakukan hahaha.
gue juga jadi teringat blogpost terdahulu gue yang judulnya antara handphone dan pacar. ketika kita memutuskan untuk jadian ma seseorang, seharusnya kita juga udah mempertimbangkan bahwa suatu saat akan ada masa dimana kita akan mempertanyakan apakah hubungan itu layak dilanjutkan atau nggak. oleh karenanya, klo gue boleh memberi saran, ketika lo sudah sampai pada masa dimana lo merasa hubungan lo mulai menjurus ke arah kadaluarsa, pertimbangkanlah baik-baik. pacar bukan handphone yang bisa seenaknya dijual atau diganti ketika kita udah berasa ga cocok lagi, betul?
dan satu advice lagi yang selalu diberikan oleh banyak orang mengenai masalah ini adalah : menerima.
terima aja bahwa memang begini jalannya. Allah pasti sudah memiliki rencana untuk kita di masa mendatang, ga ada gunanya terus-menerus mempertanyakan "kenapa sih harus begini? kenapa perasaannya ke gue harus memudar kenapa rasa sayang gue ke dia harus berubah?" meskipun sulit. klo boleh jujur (dan curcol), gue sendiri juga ga segampang itu menerima kenyataan setelah putus ama mantan gue. selama beberapa bulan setelah putus, kadang gue masih sesekali mempertanyakan "kenapa ya endingnya harus begitu? padahal dulu kan kita bahagia."
tapi alhamdulillah seiring berjalannya waktu, gue pun semakin jarang mempertanyakan hal tersebut dan semakin bisa menerima bahwa emang barangkali gue dan mantan gue bukan jodoh, setidaknya untuk saat ini :)
klo gue boleh mengutip blognya dewi lestari :
memaafkan bagi saya adalah menerima. menerima kondisi kami apa adanya. segala penyebab mengapa sebuah kondisi tercipta, barangali kita cuma bisa tahu sekian persennya saja. tidak mungkin diketahui semua. apalagi dimengerti. sama halnya saya tidak tahu persis kenapa dulu bisa bertemu dengan marcell, menikah, dan seterusnya. fate, atau destiny, menjadi cara manusia menjelaskan apa yang tidak bisa dijelaskan. perpisahan pun sama hukumnya. meski sepertinya keputusan berpisah ada "di tangan kita", tapi ada sesuatu kekuatan yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan.
well i guess that's all. segitu dulu yang mau gue sampaikan, udah ngantuk juga dan bingung mau nulis apa lagi.
sekali lagi mohon maaf klo ada yang merasa disebut-sebut dalam blogspot ini. tapi percayalah, gue tidak mempermasalahkan atau men-judge siapa-siapa. yang namanya bosen atau perasaan yang memudar itu sangat sangat manusiawi dan super duper wajar, seriously. tinggal bagaimana cara kita menyikapi dan menerimanya aja.
Friday, March 26, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
gw setuju bgt rum...!
dari dulu gw ngerasa masalah paling fundamental dari namanya suatu hubungan ya perasaannya...
dua orang memutuskan buat pacaran dasarnya ya perasaan itu... jadi kalau perasaan itu udah gak ada, ya sewajarnya gak usah dipertahanin...
ih gila, rasanya gw udah lama bgt berusaha buat ngmgin ini ke orang, tapi seringnya, atau lebih tepat, setiap kali org yg gw ceritain pasti gak ngerti...
abis banyak juga orang yang tetep aja dipertahanin,, cuma dengan alasan (yg ntah disadarin atau ngga): "udah terbiasa"
udah terbiasa punya pacar, udah biasa punya tempat cerita, udah biasa aja yang jemput, dll... padahal esensi dari pacarannya sendiri udah gak ada...
dan bagi gue yang (alhamdullilah ya) bisa ngerasain sendiri ketika perasaan gw ke satu org udah berubah, dan trs 'mengambil-tindakan-lebih-lanjut' cuma berdasarkan hal itu kesannya malah jadi antagonis... hahaha...
(curcol abis2an nih gw...)
anyway, gw senang membaca post lo rum... knowing that I'm not the only one who thinks this way...
oia, termasuk yang 'sepatu' juga...
eeeh yg long distance itu gw bukan sih?? hahahahahaa
gw bhaca blog loe cuma sekilas jd gw ngga bisa memutuskan apakah perasaan gw emang udah pudar ato masih. tapi yg jelas ketika gw memutuskan untuk putus, yg ada di otak gw adalah "gw nggak mau sama orang itu lagi"
kalo udah yakin bahwa hal tsb adl termasuk memudarnya perasaan, ntar gw kasi tau loe deh rum, hehehee
oke!!
Post a Comment